Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts

aku pengemis

aku pengemis di jalanan
menyusur laluan bertarkan ujian
tanpa kepastian
menerka setiap langkahan
tanpa pasti
arah ketemu destinasi
kabur oleh ilusi
sebuah fantasi mimpi
duniawi


lelah jiwa mendamba sinar cahaya
luluh hati merakam dusta dunia
teraba dalam terang suasana
tenggelam dalam pesona fatamorgana
terkapai-kapai di muara dosa


diri kian terpenjara dipagari
khilaf semalam menghantui
membayangi setiap derap kaki
mengekori di setiap hela nafas
menyesakkan ruang dada
membusung pada rongga hati
perit


aku hanya seorang pengemis
meminta-minta tanpa malu
merayu-rayu tanpa silu
mengharap dalam diam
mendamba dalam senyap
merintih penuh harap
pada Rabb


aku ini pengemis
mengemis dan terus mengemis
tidak lusuh oleh masa
tidak kalah oleh maki
meski berkali-kali
tersungkur di lantai bumi
aku tetap teguh di sini
menagih kasih Ilahi....




sticky note:
sungguh perubahan itu perlu
untuk hidup yang punya arah tuju


bicara di sebalik tirai nurani


Tuhan...
aku longlai...
jasad seakan tidak bertulang
keringat menyerah pada keperitan
tidak mampu untuk terus menjengah
indah di sebalik resah
tabah di sebalik kesah
diri kian lemah diratah penat
jiwa kian lemas dihambat lelah


Tuhan...
aku tidak bisa kebah 
oleh dugaan yang berisih
lantas hanyut oleh pedih 
juga kecewa yang menghuni
memenjara diri


aku masih bertatih
di lantai pasrah
kendati berkali-kali rebah
tidak akan pernah sesekali aku menyerah
tapi tika ini...
pelbagai soalan menyucuk minda
ke mana harus ku bawa diri 
mencari erti
mencari pasti


hingga kini 
jawapannya sukar dimengerti
apatah lagi diteladani
mungkin terhijab oleh duniawi
hingga kabur menutupi
gumpalan hati


Tuhan...
izinkan aku singgah istirahat 
dari letih dan penat
di bawah teduhan 
rimbun kasih-Mu
dan nanti 
kalau pun bukan hari ini
mungkin esok aku akan reseptif
tiap cobaan yang Kau beri
lantaran terdidik oleh kias
pada ketika ku menumpang singgah


jari jemari terusan menari
mengikut rentak irama senandung
yang lembut beralun
mentafsir kata yang terselindung
di tabir monolog
bicara tanpa suara
yang terus berkata-kata
berhujah dalam diam
berbicara dalam bisu
dan bicara ini...
nun dari pelosok hati
sayup di sebalik tirai nurani



untaian


Ku lakarkan sebuah puisi cinta
bait-bait kata rahsia
yang terpendam tak terungkap
kejap tersimpan tak tersingkap
terus kemas menjerut
menyentap setiap urat nadi
menggencat detap jantung
membuak melimpah tak ternafi
meski terus cuba disembunyi
kasih misteri

rindu yang bertanda di lantai hati
menggamit resah menghimpit sanubari
ku luah hanya dalam ilusi
pada kanvas tanpa bunyi
bicara bisu di laman hati
kian membarah menjadi sepi
mengisi ruang tangis
melenyap tawa tergilis

ku rindu dia seorang srikandi
bidadari dunia
di hati seorang aku
yang terhutang nyawa dengannya
meski dia tidak sempurna
namun tidak akan pernah luntur
kasih buatnya
kerna sabda kasihnya setia

momen indah menemani hening
menyapa senyum
melambai memoir kembali bertapak
bermastautin di gurun hati
membuai mengusik naluri
memenjara diri dalam asyikin
dipeluk syahdu 
untaian
ikatan batin yang istimewa
tanpa nyata namun dapat dirasa



p/s: sebuah dedikasi teristimewa buat seorang bonda yang tercinta...


sticky note;
-untaian kasih kita tidak akan pernah terputus meski dicantas masa-

ops... alamak kenapa rasa macam mata masuk habuk ni...
aigoo...
;(


pesan buat rindu

menyusun helaian rindu yang semakin bertimbun
untuk disampul dan disimpan 
di celahan kekuatan dan ketabahan
tekad dan percaya adanya Dia
yang sentiasa sudi menyambut kerinduan
yang kian sarat menyesakkan ruang pernafasan
yang kian membusut di kamar hati


pergilah bayu membawa rindu 
terbang bersamamu
moga-moga nanti dikau ketemu
destinasi yang teralamat di sampulnya
dan berpesan pada sang rindu
agar kembali kepadaku
untukku dakap erat saat kehausan
kasih dan sayang
sebagai penghibur gundah gulana
sebagai peneman saat kecewa


rindu...
pada bayu semilir desa yang permai
rindu...
pada kicau burung yang galak bernyanyi riang
rindu...
pada desir angin yang menyapa pepohonan
rindu....
pada mereka insan tersayang



duhai rindu-meredap
tersenyumlah dikau dipimpin sang bayu
jangan lupa pulang ke pangkuan
menemani hati yang kesepian
tatkala syahdu kembali bertamu



butir keikhlasan

saat amarah mencucuk hati
istighfar berpuput menyentuh naluri
sayu mendayu mencantum kembali
retak di dinding hati
menjadi penawar hakiki
kiranya Ya Latif mengizini
terubat jua jiwa yang tersakiti
oleh bicara tajam menikam
oleh tingkah sumbang menyakitkan ...


mencuba memujuk diri
membelai jiwa yang terguris
merawat hati yang terhiris
melalui hakikat yang terbias
sesungguhnya manusia itu sifatnya tak sempurna
punya kekurangan yang tidak mungkin serupa
miliki kelebihan yang mungkin tidak sama
untuk kita terima seadanya dia
dengan seikhlasnya
bukan sekadar simpati semata
kerana simpati itu meletihkan di akhirnya
bukan juga bicara manis penyedap telinga
aku memaafi dia kerana kekurangannya
sedang jiwa membara kebencian
dan dendam tiada kesudahan


terusan belajar erti ikhlas dalam memberi
adapun keikhlasan
terlalu mahal harganya
terlalu halus seninya
tiada tara nilaiannya
seumpama semut hitam
di atas batu hitam legam
di malam kelam tidak berbintang
teramat payah untuk digenggam
terlalu sukar untuk dipertahankan
hingga dipertengahan kembara mencari ikhlas
mungkin juga ada yang tertewas
tunduk pada hebatnya godaan
rebah pada lemahya iman
sedang ikhlas itu di penghujungnya
mencambah kekuatan


kuat yang cukup kuat 
mencurah kemaafan buat setiap insan
meski dia terusan menyakiti
tetap aku punya sekeping hati
sarat santun insani
dilimpahi kolam kecintaan
buat saudara seakidah
hatta dia masih mengkhianati tanpa dia sedari
hingga mengalirkan air mata sepi
sayup di pelosok hati yang tercorot
kejam merobek hati yang sedia tersiat
tetap aku memaafinya
lillahita'ala...



kerana kelemahannya jua aku punya
itu fitrah manusia
titipan Pencipta
untuk aku juga dia dan mereka
sentiasa mengingati
hakikat diri milik Ilahi
dan segala yang ada tetap Dia yang punya
kurang padanya
lebihnya dia
pinjaman Tuhan yang Maha Memberi
fitrah kasih pada insan dicintai
dan hati terusan bermohon
moga Dia ilhamkan kekuatan
agar aku cukup kuat untuk terus bersabar
dan cukup sabar untuk terus bertahan
merantau di daerah gersang di pinggir hati
mencari secebis redha yang terselit
di celahan butiran pepasir keikhlasan
memaafkan

tinta hati

Andai saja waktu dulu bisa ku ulang
Terlalu banyak impian yang ingin ku genggam
Ingin sekali aku gali dan mencari
Kerah seluruh keringat dan kudrat
Meski berulang kali tertimbus kembali
Namun tidak akan pernah punah harapan yang tersemat
Tidak akan sekali-kali rebah menyerah
Terduduk pasrah
Pada takdir yang menjengah

Tapi...
Itu hanya ilusi pada bicara andainya...
Sedang hakikatnya aku ini bukan sesiapa
Hanya seorang manusia yang tak punya apa
Juga tidak berdaya
Sekadarnya mampu berdoa juga berusaha
Moga-moga hari esok lebih bermakna
Lebih bersinar
Dengan hadirnya iman di dada
Yang bisa ku bawa
Ku genggam kemas
Ku dakap erat
Lantas ku persembahkan pada-Nya

Tapi aku manusia
Lemah dan hina
Sering terleka dengan nikmat dunia
Apakah Dia sudi menerima
Insan sepertiku?
Yang cintanya buat dunia kian mekar
Sedang rindunya buat Pencipta semakin pudar
Sering tersedar
Namun tidak cukup kuat menghindar
Pada bisikan hasutan rayuan
Yang membawa terbang ke awanan khayalan
Mengimpi syurga idaman
Sedang hati jauh dari Tuhan

Dan mentari mega terus bersinar
Menyinari bumi yang kian uzur
Sehingga tiba detik dan waktu yang tak berundur
Ia tetap di situ
Akur dengan janjinya pada Penguasa Alam
Tunduk pada perintah Pemilik kehidupan

menjejak rajuk cinta

Lantaran hati ditebak rasa terpencil
kosong bagai kehilangan
tatkala iman sehalus hama
kian goyah ditampar leka
kian mamai diselimut alpa
bagai ada belati menusuk 
bagai ada jarum mencucuk
pada dinding hati yang merekah
dan berdarah

serasa dosa sentiasa mengekori
setiap derap langkah kaki
sedang iman semakin hari
semakin menyepi
luak dikorek nafsu duniawi
yang rakusnya menyeleweng
menarik-narik jiwa
yang penasaran seakan rela
setapak demi setapak mendekat
menjenguk di balik tirai maksiat
dan mampir pada pintunya
dan pada ketika itu serasa tersedar
dihambat kesalan

rupanya masih tersisa
zarah-zarah kecil iman
yang tersorok pada penjuru ihsan
lantas memaksa hati
kejap pada titik noktah tidak berganjak
mengenggam takwa yang hampir keciciran
mendakap iman yang hampir terbuang
meronta-ronta ingin kembali
pada diri
mencari diri
yang kejapan hilang 
mengekpresi kekosongan

adakala benar mungkin
kata pujangga
mencinta itu mudah
setia itu payah
hingga menjerumus diri dalam jurang kelalaian
pada cinta dunia tak berharga
yang indahnya pada mata yang buta
hingga tidak mampu melihat 
dusta di balik kepalsuan indahnya
pada telinga yang pekak
hingga tidak mampu mendengar
rancak kebohongan di sebalik penipuan nikmatnya

aku ingin kembali
pada jiwa yang terisi
oleh ilham Pemberi
setiap juzuk cinta yang sebati
olahan tasbih
yang membasah di ulas bibir
setiap abjad rindu yang menggebu
oleh lakaran tahmid
yang indah terlukis di kanvas hati
setiap naskhah kasih yang memekar
oleh lafaz taubat di ruang naluri
dalam setiap sujud
melayar bahtera menyusur samudera
menjejak rajuk cinta.